JURNAL
REFLEKSI
AKSI
NYATA
Penerapan Pemikiran Ki Hadjar Dewantara di Kelas dan
Sekolah pada Modul 1.1
Disusun Oleh : Achmad
Hufron, S.Pd.Jas, M.Pd
Fasilitator : Imyatun Muayanah, S.Pd
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Ki Hajar Dewantara adalah bapak pendidikan Indonesia. Beliau
mengajarkan untuk konsep pendidikan dengan metode “Merdeka Belajar”. KHD
melihat bahwa pengajaran merupakan bagian dari pendidikan. Pengajaran merupakan
proses Pendidikan dalam memberi ilmu atau berfaedah untuk kecakapan hidup anak
secara lahir dan batin. Sedangkan Pendidikan memberi tuntunan terhadap segala
kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan
kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai
anggota masyarakat. Pendidikan merupakan tempat persemaian benih-benih
kebudayaan dalam masyarakat. KHD memiliki keyakinan bahwa untuk menciptakan
manusia Indonesia yang beradab maka pendidikan menjadi salah satu kunci utama
untuk mencapainya. Pendidikan dapat menjadi ruang berlatih dan bertumbuhnya
nilai-nilai kemanusiaan yang dapat diteruskan atau diwariskan.
Pendidikan yang tidak menganggap semua peserta didik
sama, dengan beban yang sama, tanpa melihat minat dan bakat dari masing-masing
peserta didik. Kajian tentang pendidikan oleh KHD sangat luar biasa dan hal ini
ditanggapi oleh Kementrian Pendidikan dan Kebubudayaan Republik Indonesia
dengan kesungguhan yang nyata mengembangkan konsep “Merdeka Belajar”. Untuk mengembangkan
konsep tersebut pemerintah menyelenggarakan kegiatan Guru Pengerak. Program guru
penggerak membentuk guru sebagai guru pemimpin pembelajaran.
Pada masa pendemi sekarang ini, seorang guru dituntut
untuk tetap memberikan pengajaran kepada peserta didiknya. Termasuk guru
penggerak harus terus bergerak, berubah dan diharapkan menjadi pioner dalam
mensukseskan program merdeka belajar dengan membentuk pelajar pancasila.
Kesiapan guru dan murid dalam penyelenggaraan
pembelajaran di masa pandemi Covid 19 mengalami kesulitan mendasar yang
disebabkan adanya perubahan pembelajaran tatap muka berubah menjadi daring. Dengan
adanya hal tersebut pendidikan tetap harus jalan tidak boleh berhenti. Pendidik,
peserta didik, dan orang tua dipaksa untuk beradaptasi dalam pembelajaran. Peserta
didik harus tetap memperoleh perhatian dan layananan pendidikan yang
baik. Mengingat tujuan pendidikan nasional Indonesia yaitu mencerdakan
kehidupan bangsa. Sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara, pembelajaran
hendaknya dapat menyesuaikan dan menjawab tantangan kodrat zaman yang sedang
terjadi pada saat ini. Dengan sistem daring maka seorang guru, murid dan orang
tua harus siap dengan media informasi dan komunikasi dengan internet.
Tantangan yang sangat luar biasa bagi Calon
Guru Penggerak untuk mengimplementasikan pengalaman yang didapat untuk
mewujudkan “Pelajar Pancasila”. Penulis berkomitmen untuk penerapan pelajar
pancasila di SDN 1 Selang dengan fokus kepada perwujudan “gotong royong”. Hal ini
penulis usung karena sesuai dengan adat istiadat dan budaya di lingkungan
penulis.
B.
GOTONG ROYONG
Menurut Abdillah (2006)
“gotong royong berasal dari kata dalam Bahasa Jawa, atau setidaknya mempunyai
nuansa Bahasa Jawa. Kata gotong dapat dipadankan dengan kata pikul atau angkat.
Kata royong dapat dipadankan dengan bersama-sama. Dalam bahasa Jawa kata saiyeg
saeko proyo atau satu gerak satu kesatuan usaha memiliki makna yang amat dekat
untuk melukiskan kata royong ini”. Adapun pengertian gotong royong menurut
Sudrajat (2014, hlm. 14) mengatakan bahwa “Gotong royong adalah sebagai bentuk
solidaritas sosial, terbentuk karena adanya bantuan dari pihak lain, untuk
kepentingan pribadi ataupun kepentingan kelompok sehingga di dalamnya terdapat
sikap loyal dari setiap warga sebagai satu kesatuan”.
Dari beberapa pendapat
di atas dapat disimpulkan bahwa gotong royong adalah bentuk solidaritas dan
bantuan orang lain untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan kelompok
dilandasi rasa kebersamaan untuk menyelesaikan sebuah kegiatan atau pronyek
tertentu.
Dalam
Kompas.com dijelaskan bahwa sikap gotong royong memiliki nilai-nilai luhur, di
antaranya: (1) adanya sikap kerja sama yang tinggi; (2) menjunjung tinggi sikap
kekeluargaan; (3) sikap hormat menghormati teman kerja; (3) mengutamakan kerja
keras; (4) dan mengutamakan kepentingan bersama. Kemudian beberapa contoh kegiatan gotong royong di sekolah, di antaranya:
(1) membersihkan ruang kelas bersama; (2) membersihkan taman sekolah; (3) membersihakn
tempat ibadah di sekolah; (4) membersihkan toilet bersama; (5) mengumpulkan
sampah dan membuangnya di tempat sampah; (6) merapikan kursi dan meja di dalam
kelas membagi jadwal piket secara adil; (7) menentukan ketua kelas; (8)
memperindah lingkungan sekolah; (9) membersihkan dan merapikan perpustakaan
sekolah; dan (10) mengerjakan mading sekolah Belajar kelompok bersama
teman-teman.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PERUBAHAN KONSEP DIRI
TENTANG PEMBELAJARAN
Hal-hal positif
pemikiran KHD yaitu pendidikan menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada
anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Pendidikan
sebagai tuntunan tidak hanya menjadikan seorang anak mendapat kecerdasan yang
lebih tinggi dan luas, tetapi juga menjauhkan dirinya dari perbuatan jahat.
Disamping itu tujuan menurut KHD adalah manusia merdeka, merdeka baik secara
fisik, mental, dan kerohanian. Kemerdekaan pribadi dibatasi oleh tertib damai
kehidupan bersama, dan ini mendukung sikap-sikap seperti keselarasan,
kekeluargaan, musyawarah, toleransi, kebersamaan, demokrasi, tanggungjawab, dan
disiplin. Manusia merdeka adalah seseorang yang mampu berkembang secara utuh
dan selaras dari segala aspek kemanusiaanya dan yang mampu menghargai dan
menghormati kemanusiaan setiap orang.
Pengetahuan dan
pengalaman yang saya dapat dari hasil belajar Pemikiran KHD yaitu manusia
merdeka, merdeka dalam arti dalam masyarakat mengedepankan sikap kekeluargaan,
musyawarah, toleransi, kebersamaan, agamis, dan demokratis. Anak-anak dapat
mengembangkan minat dan bakatnya sesuai dengan keinginan. Budaya-budaya daerah
tetap berjalan dan dijalankan oleh masyarakat. Ritual-ritual adat, musyawarah
RT, RW dan lain sebagainya tetap dijalankan.
Kekuatan yang ada pada
diri saya adalah rasa ingin tahu dan ingin belajar yang besar, berkemauan
keras, dan berorganisasi serta bekerja sama dengan rekan sejawat. Hal ini
sebagai modal dasar saya untuk menerapkan pengetahuan dan pengalaman baru ini
sesuai ajaran KHD.
Hal yang perlu saya
ubah adalah tepat waktu. Dalam arti jangan menunda-nunda pekerjakan, jika bisa
dikerjakan sekarang ya dikerjakan sekarang jangan menunggu nanti. Yang kedua
lebih menbuka diri terhadap pendapat, kritik, dan saran baik dari teman sejawat
maupun dari pimpian.
Perubahan kongkretnya
adalah membantu mewujudkan pelajar pancasila sesuai dengan situasi dan kondisi
serta daya dukung yang dimiliki sekolah. Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia
sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku
sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, dengan enam ciri utama: beriman, bertakwa
kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong,
mandiri, bernalar kritis, dan kreatif.
B. AKSI NYATA
Setelah saya
mempelajari modul 1.1 ini tentang pemikiran KHD. Saya tersadar bahwa peserta
didik dilahirkan dengan bentuk dan karakter yang berbeda-beda. Dilahirkan di kondisi
geografis yang berbeda, serta latar belakang keluarga, sosial, dan budaya yang
berbeda pula. Setiap anak dilahirkan memiliki minat dan bakat masing-masing.
Hal ini membuat pola pikir setiap anak juga berbeda pula. Guru dituntut untuk
menjadi pamong peserta didiknya, mengantarkan peserta didik berkembang sesuai
dengan minat dan bakatnya melalui rasa cita kasih dan sistem asah asih asuh.
Guru bersifat sebagai pelayan pendidikan untuk peserta didiknya. Membantunya,
serta mendampinginya sampai mereka menjadi seorang yang punya budi bekerti baik
dan pengetahuan serta ketrampilan yang baik pula sesuai dengan
karakteristiknya.
Proses pembelajaran membuat
peserta didik dari tidak tahu menjadi tahu. Guru sebagai fasilitator ketika
pembelajaran, pembimbing dalam berperilaku, teman pada saat keseharian dan Guru
adalah pamong peserta didik agar tumbuh dan berkembang sesuai dengan kodratnya.
Guru mengarahkan siswa agar mempelajari materi sesuai setandar kurikulum yang
telah di tentukan oleh pemerintah. Dalam pembelajaran di kelas siswa aktif dan kreatif serta mampu bekerja sama dengan
teman-temannya. Berbagai bentuk kegiatan dalam pembelajaran seperti pembagian tugas
meminpin doa, menanamkan nilai nasional, mengingat Kembali, membaca,
berkolaborasi, tanya jawab dan membuat kesimpulan.
Yang segera saya
terapkan dikelas yaitu mengadopsi dari pemikiran KHD. Memfasilitasi peserta
didik untuk berkembang sesuai dengan minat dan bakatnya. Membuat suasana
belajar yang menggembirakan tanpa ada tekanan-tekanan yang membuat bosan dalam
proses pembelajaran. Guru adalah seorang penuntun, ibarat seorang petani, masing-masing
benih yang ditanam akan tumbuh sesuai dengan jenisnya. Ditanam padi tumbuh
padi, di tanam jagung tumbuh jagung. Tanaman itu harus dirawat dengan baik,
diberi pupuk yang baik, disiangi dan selalu di siram. Tanaman tidak bisa
dibiarkan begitu saja dan ditunggu hasil panennya. Akan menekankan pendidikan
budi pekerti, karakter dan kondisi siswa, membimbing siswa untuk memupuk bakat
yang sudah ada melalui kegiatan ekstra kurikuler, menanamkan budaya sopan
santun dalam bertutur kata dan berperilaku, selalu menjaga tata krama dan
etika, memupuk jiwa nasionalisme, membimbing kolaborasi dengan cara diskusi
kelompok. Karena dengan diskusi kelompok melatih siswa untuk mendengarkan
pendapat orang lain, melatih berpendapat, menjaga kebersamaan, percaya diri,
tanggung jawab dan berani tampil di muka umum Ketika mempresentasikan hasil
diskusi.
Menumbuhkan rasa
gotong-royong sebagai rasa perwujudan dari kebersamaan dan rasa saling
menghargai. Gotong-royong akan menimbulkan iklim yang kondusif dalam
lingkungan. Keakraban yang terjalin akan semakin mensolidkan jiwa saling
memiliki antara satu dengan yang lainnya. Sehingga terbentuk jiwa saling
melindungi dan menjaga, serta saling mengingatkan jikalau ada sesuatu yang
kurang baik atau membahayakan datang. Dengan gotong
royong peserta didik memiliki
rasa kepedulian, empati, dan kerja sama. Peserta didik dan guru menjenguk
peserta didik yang sedang sakit, untuk mewujudkan rasa cinta kasih, rasa saling
menolong, rasa saling peduli kepada masyarakat luas yang sedang membutuhkan
uluran tangan untuk membantu sesama. Dan setiap hari Jumat di sekolah
kami melaksanakan kegiatan kerja bakti atau gotong royong dalam
menjaga kebersihan bersama. Pada saat pembelajaran olahraga dibagi menjadi
beberapa kelompok untuk latihan berkompetisi, bekerja sama, mengatur
strategi demi mencapai tujuan bersama yaitu kemengan. Agar pembelajaran ini
menarik dan menyenangkan saya memperbanyak permainan dan penyediaan sarana
prasarana walaupun itu adalah modifikasi alat yang tidak sesuai dengan standar
peraturan suatu cabang olahraga.
Metode pembelajaran yang saya gunakan adalah blanded learning yaitu menggabungkan tatap muka dan daring. Pembelajaran
tatap muka dapat dilakukan dengan cara offline atau online.
Pembelajaran tatap muka offline adalah pembelajaran tatap muka yang
dilaksanakan di kelas seperti pada umumnya sebelum pandemi. Sedangkan
pembelajaran tatap muka online merupakan pembelajaran yang memanfaatkan perkembangan
teknologi seperti googe meet dan zoom, atau aplikasi lainnya. Pada saat
pembelajaran online saya lebih sering menggunakan aplikasi google meet. Dan
ketika pembelajaran dilakukan secara offline, guru hom visite secara terbatas
dengan sistem kelompok ke rumah siswa. Satu kelompok berjumlah 4-6 anak. Kami
tetap dengan ketentuan protokol kesehatan yang ketat dan mematuhi 5 M, yaitu
mencuci tangan, mengenakan masker, menjaga jarak, mengurangi mobilitas,
menjauhi kerumunan.
Pada pembelajaran secara daring saya menggunakan aplikasi google clasroom,
google meet, google form dan WhatsApp. Hai ini dilakukan karena
melihat tidak semua peserta didik memiliki perangkat yang lengkap. Peserta
didik yang tidak dapat membuka google clasroom dapat membaca materi
pembelajaran yang dikirim melalui WhatsApp Group. Peserta didik,
orang tua, dan saudara yang lain dapat membuka dan membacanya berulang-ulang
kapan pun saat ada waktu. Dalam pengumpulan tugas perserta didik diberi
keleluasaan waktu dan kreativitas dalam menjawab.
C. GAMBAR AKSI NYATA
D. KENDALA DALAM PELAKSANAAN AKSI NYATA
Kendala yang muncul dalam pelaksanaan aksi nyata diantaranya yaitu kebiasaan
peserta didik yang berbeda antara di rumah dan di sekolah. Peserta didik sat
ini di rumah terkadang dimanjakan oleh orang tuanya. Jarang sekali diberi
pengalaman untuk melakukan kegiatan-kegiatan harian, seperti menjaga kebersihan
rumah, dan lingkungan. Hal ini mengimbas ketika diadakan kegiatan tersebut di
sekolah maka peserta didik tersebut akan ogah-ogahan terkadang malah
malas-malasan dan hanya mengganggu temannya yang sedang bergotong royong.
Dalam pembelajaran tugas-tugas daring yang terkumpul sekitar 60%. Hal
ini terjadi karena tingkat kejenuhan yang tinggi dirasakan anak-anak yang
belajar cukup lama di rumah. Kasus tertentu seperti pada saat PTS dan PAS
secara daring, tugas dapat terumpul 100%.
Pengawasan orang tua yang kurang dalam
pelaksanaan bembelajaran daring di rumah. Hal ini dapat dimaklumi karena beban
kerja orang tua yang cukup berat.
Perangkat yang dimiliki setiap peserta didik berbeda-beda dan terkadang
kurang memadai. Terkadang Satu
handphone digunakan oleh lebih dari satu orang anak dan juga kadang berbagi
dengan orang tua. Pemenuhan kebutuhan kuota yang cukup berat, karena
disamping utun pembelajaran terkadang anak menggunakan gutget untuk bermain
game. Jadikuota cepat habis.
E. RENCANA PERBAIKAN BERIKUTNYA
Hal yang akan saya lakukan adalah
mempererat koordinasi antara teman sejawat, orang tua/wali dalam konsep pelajar
pancasila terutama gotong royong. Dengan adanya kesamaan persepsi diharapkan
mampu menyamakan pembiasaan aktivitas di rumah dan di sekolah selalu
berkelanjutan. Dalam pembelajaran lebih membuka komunikasi dengan membuka
layanan kosultasi melalui was up berupa perhatian secara individu bagi peserta
didik yang belum maksimal dalam melaksanakan pembelajaran dan pengumpulan
tugas-tugas dalam pembelajaran.
BAB III
PENUTUP
Pemikiran Ki Hajar Dewantara sangat
luat biasa dengan “memerdekakan belajar”. Tidak memaksakan bahwa setiap siswa
diberi beban yang sama dan semua harus dikuasai dengan baik. Model ini
memberikan ruang untuk peserta didik mengembangkan potensi sesuai dengan minat
dan bakatnya. Dalam pembelajaran diharapkan siswa menjadi pusat pembelajaran,
dapat menumbuhkan rasa bahagia dalam mengkuti pembelajaran, pemenuhan sarana
dan prasarana yang dibutuhkan dalam mendukung proses pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah,
Baikuni. 2006. Gotong Royong Sebagai Budaya Bangsa. Humaniora utama: Bandung.
Sudrajat,
Ajat. (2014). Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber
Pembelajaran IPS. Disertasi, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan
Indonesia.
https://www.kompas.com/skola/read/2021/02/10/130229969/contoh-kegiatan-sekolah-yang-membutuhkan-gotong-royong.
Diakses tanggal 2 Mei 2021 pukul 09.00 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar