17 Januari 2016

Pemberdayaan Masyarakat Dalam Bidang Pendidikan



MAKALAH
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM KERANGKAN OTONOMI DAERAH BIDANG PENDIDIKAN DAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH


Penulis:
Achmad Hufron









1.    PENDAHULUAN
1.1    LATAR BELAKANG
Kebijakan desentralisasi merupakan pelaksanaan dari lahirnya UU Otonomi Daerah     No 22 Tahun 1999. (Bab I Pasal 1 e dan h, UU No. 20, 1999). “ Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada Daerah otonom  dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia” sedangkan otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan” (UU Otonomi Daerah No 22, Tahun 1999:6). Menurut Ryaas Rasyid “Kebijakan desentralisasi adalah untuk mewujudkan atonomi daerah”. (Darma Setyawan 2004: XII).
Urusan pendidikan di daerah kini menjadi tanggung jawab daerah yang direfleksikan dalam bentuk otonomi pendidikan, otonominya sudah sampai pada tingkat paling bawah, yaitu sekolah sebagai institusi yang langsung memberi layanan pada masyarakat, otonomi sekolah dalam perwujudannya disebut maanajemen berbasis sekolah atau MBS.
MBS ini diterapkan dalam tujuan agar sekolah diberi wewenang untuk mengelola sekolahnya semaksimal mungkin sesuai dengan visi dan misi sekolah tersebut agar mutu pendidikan dapat ditingkatkan. Untuk mendukung pelaksanaan MBS ini satuan pendidikan yang ada di sekolah seperti guru dan kepala sekolah perlu mengetahui alasan, landasan dan bagaimana menerapkan MBS di sekolahnya. Dalam model MBS kewenangan pengambilan keputusan tidak berada pada kepala sekolah seorang diri seperti yang selama ini terjadi, tetapi dilakukan secara kolektif bersama guru dibantu dengan komite sekolah.
Komite atau dewan sekolah adalah organisasi yang menampung suara dan aspirasi masyarakat pada era otonomi daerah, mereka terlibat dalam upaya meningkatkan mutu sekolah, selain itu juga memberikan dukungan pertimbangan dan pengawasan supaya kinerja sekolah benar-benar efektif ke arah yang dikehendaki masyarakatnya . “Komite sekolah sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam rangka peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan” (UU Sikdiknas Pasal 56, ayat 3).
Komite sekolah dan dewan pendidikan merupakan wadah masyarakat ataupun wali murid untuk berperan serta dalam pengelolaan pendidikan dan melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan ataupun pengendalian mutu pendidikan. Sekolah tidak dapat mewujudkan visi dan misi tanpa ada dukungan dari masyarakat, sehingga masyarakat pertu diberdayakan dan diajak kerjasama untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai oleh sekolah.

1.2              Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi topik masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut.
1.    Apakah pengertian otonomi daerah?
2.    Bagaimanakah  kebijakan Otonomi daerah di bidang pendidikan?
3.    Apakah Pengertian MBS?
4.    Apa tujuan dan manfaat MBS?
5.    Bagaimanakah Pemberdayaan masyarakat di bidang pendidikan?
6.    Apa saja bentuk-bentuk pemberdayaan masyarakat dibidang pendidikan.

2.    PEMBAHASAN
2.1              Pengertian Otonomi Daerah
Pengertian Otonomi Daerah Dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 5,pengertian otonomi derah adalah hak ,wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan menurut Suparmoko (2002, dalam Noor,Chad) mengartikan otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
Selain pengertian otonomi daerah sebagaimana disebutkan di  atas, kita juga dapat menelisik pengertian otonomi daerah secara harfiah. Otonomi daerah berasal dari kata otonomi dan daerah. Dalam bahasa Yunani, otonomi  berasal dari kata autos dan namos. Autos berarti sendiri dan namos berarti aturan atau undang-undang, sehingga dapat dikatakan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri  atau kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah.
Otonomi daerah sebagai salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan, pada hakikatnya ditujukan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan, yaitu upaya untuk lebih mendekati tujuan-tujuan penyelenggaraan pemerintahan untuk mewujudkan cita-cita masyarakat yang lebih baik, suatu masyarakat yang lebih adil dan lebih sejahtera.
Hal itu telah tertera dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Kewenangan penuh tersebut dirumuskan dalam pasal 7 ayat 1; ”Kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali dalam kewenangan politik luar negeri, pertahanan keamanan, keadilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain.” Sedangkan bidang lain yang dimaksud meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembanguan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, system administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknlogi tinggi yang strategis, konservasi, dan standarisasi nasional.
Dari beberapa konsep di atas, otonomi daerah jelas menunjuk pada kemandirian daerah, di mana daerah diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri tanpa atau mengupayakan seminimal mungkin adanya campur tangan atau intervensi pihak lain atau pemerintah pusat dan pemerintah di atasnya. Dengan otonomi tersebut, daerah bebas untuk berimprovisasi, mengekspresikan dan mengapresiasikan kemampuan dan potensi yang dimiliki, mempunyai kebebasan berpikir dan bertindak, sehingga bisa berkarya sesuai dengan kebcbasan yang dimilikinya.
Pada era otonomi tersebut kualitas pendidikan akan sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintah daerah. Ketika pemerintah daerah memiliki political will yang baik dan kuat terhadap dunia pendidikan, ada peluang yang cukup luas bahwa pendidikan di daerah bersangkutan akan maju. Sebaliknya, kepala daerah yang tidak memiliki visi yang baik di bidang pendidikan dapat dipastikan daerah itu akan mengalami stagnasi dan kemandegan menuju pemberdayaan masyarakat yang well educated, tidak akan pernah mendapat momentum yang baik untuk berkembang Begitu juga dengan adanya desentralisasi pendidikan, pemerintah daerah baik tingkat kabupaten atau pun kotamadya dapat memulai peranannya sebagai basis pengelolaan pendidikan dasar. Di tingkat propinsi dan kabupaten akan diadakan lembaga nonstructural yang melibatkan masyarakat luas untuk memberikan pertimbangan pendidikan dan kebudayaan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan daerahnya. Singkatnya, otonomi pendidikan memiliki tujuan untuk mewujudkan sistem pendidikan yang lebih baik demi menghasilkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang handal di masa mendatang.

2.2              Kebijakan Otonomi Daerah di bidang Pendidikan
Otonomi daerah di bidang pendidikan yang benar harus bersifat accountable, artinya kebijakan pendidikan yang diambil  harus selalu dipertanggungjawabkan kepada publik, karena sekolah didirikan merupakan institusi publik atau lembaga yang melayani kebutuhan masyarakat.

Menurut Tilaar dalam Kusmo (2014), ada beberapa program pengembangan pendidikan dalam otonomi daerah, yaitu:
1)   Mengembangkan dan mewujudkan pendidikan berkualitas;
2)   menyelenggarakan pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang bermutu;
3)   menciptakan SDM pendidikan yang profesional dengan penghargaan yang wajar;
4)   melakukan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan nasional secara bertahap, mulai tingkat provinsi dengan sekaligus mempersiapkan sarana, SDM, dan dana yang memadai pada tingkat kabupaten;
5)   melakukan perampingan birokrasi pendidikan dengan restrukturisasi departemen pusat agar lebih efisien;
6)   menghapus berbagai peraturan perundangan yang menghalangi inovasi dan ekseperimen, dengan melaksanakan otonomi lembaga pendidikan;
7)   merevisi atau mengganti UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem pendidikan Nasional dengan peraturan perundangan dan pelaksanaannya;
8)   menumbuhkan partisipasi masyarakat, terutama di daerah dalam kesadarannya terhadap pentingnya pendidikan dan pelatihan untuk membangun masyarakat Indonesia baru. Suatu wadah masyarakat diperlukan untuk menampung keterlibatan masyarakat tersebut;
9)   menjalin kerjasama yang erat antara lembaga pelatihan dengan dunia usaha;
10)    melakukan depolitisasi pendidikan nasional, dengan menciptakan komitmen politik dari masyarakat dan pemerintah untuk membebaskan pendidikan sebagai alat penguasa;
11)    meningkatkan harkat profesi pendidikan dengan meningkatkan mutu pendidikan, syarat-syarat serta pemanfaatan tenaga profesional, disertai dengan meningkatkan renumerasi profesi pendidikan yang memadai secara bertahap.
Pendidikan merupakan projek masa depan mempersiapkan bangsa berkualitas. Oleh karena itu, sebaiknya marilah kita memposisikan diri pada fungsi, kewenangan, dan peran masing-masing sesuai kemampuan dan kompetensi dalam pendidikan. Perencanaan pendidikan di Kabupaten/Kota memerlukan kesungguhan dan peran serta dari berbagai pihak, karena pendidikan merupakan sektor yang telah diotonomkan kepada pemerintah Kabupaten/Kota. Berbagai kebijakan pendidikan terkini, tampaknya harus segera diakses oleh semua pelaku pendidikan agar kita tidak tertinggal dengan kebijakan makro, meso, maupun kebijakan mikro dalam bidang pendidikan.

2.3              Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Manajemen berbasis sekolah (MBS) atau school based management adalah sistem manajemen yang bertumpu pada situasi dan kondisi serta kebutuhan sekolah setempat. Dalam MBS sekolah diharapkan mengenal kekuatan dan kelemahannya, potensi-potensinya, peluang dan ancaman yang dihadapinya, sebagai dasar dalam menentukan kebijakan-kebijakan pendidikan yang akan diambilnya. Manajemen berbasis sekolah dikembangkan dengan kesadaran bahwa setiap sekolah memiliki kondisi dan situasi serta kebutuhan yang berbeda-beda.
Manajemen berbasis sekolah (MBS) terjemahan “School Based Management”. Istilah ini pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat. MBS merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumberdana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.
Manajemen berbasis sekolah merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi, yang ditunjuan dengan pernyataan politik dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). MBS menjadi alternatif suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka menigkatkan mutu, efisiesi dan pemerataan  pendidian agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat, dan pemerintah. Partisipasi masyarakat di tuntut agar lebih memahami pendidikan, membantu, serta mengontrol pengelolaan  pendidikan. Dalam konsep ini sekolah dituntut memiliki tanggung jawab yang tinggi,  baik kepada orang tua, masyarakat maupun pemerintah.

2.4              Tujuan dan Manfaat MBS
            Menurut Kustini Hardi dalam Sri Minarti  2011 (dalam Nafinatul rohmah: 2013), ada tiga tujuan diterapkannya manajemen berbasis sekolah (MBS) yaitu:
1.    Mengembangkan kemampuan kepala sekolah bersama guru dan unsur komite sekolah dalam aspek Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) untuk meningkatkan mutu sekolah
2.    Mengembangkan kemampuan kepala sekolah bersama guru dan unsur komite sekolah dalam pelaksanaan pembelajaran yang aktif dan menyenangkan, baik disekolah maupun dilingkungan masyarakat setempat.
3.    Mengembangkan peran serta masyarakat yang lebih aktif dalam masalah umum persekolahan dan unsur komite sekolah dalam membantu peningkatan mutu sekolah.
Adapun menurut E. Mulyasa dalam Sri Minarti (dalam Nafinatul rohmah: 2013), Implementasi Manajemen Berbasis sekolah (MBS) ini bertujuan peningkatan efisiensi antara lain diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi, peningkatan mutu pendidikan dapat diperoleh melalui partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, berlakunya sistem insentif dan disensitif, peningkatan pemerataan pendidikan antara  lain diperoleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih  berkonsentrasi pada kelompok tertentu. Hal ini dimungkinkan karena pada sebagian masyarakat tumbuh rasa kepemilikan yang tinggi terhadap sekolah.
Sejalan dengan ini, Sri Minarti (dalam Nafinatul rohmah : 2013) menyatakan bahwa tujuan Manajemen Berbasis sekolah peningkatan mutu pendidikan yakni dengan mendirikan sekolah untuk mengelola lembaga bersama pihak-pihak terkait (guru, peserta didik, masyarakat, wali murid dan instansi lain) sehingga sekolah dan masyarakat tidak perlu lagi menunggu instruksi  dari atas dalam mengambil langkah-langkah untuk memajukan pendidikan.  Mereka dapat mengembangkan visi pendidikan suatu keadaan setempat dan melaksanakan visi tersebut secara mandiri.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan manajemen berbasis sekolah adalah menciptakan sekolah yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat, sekolah didirikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan sekolah juga diatur oleh masyarakat setempat. Dimana peran serta masyarakat sangat diandalkan dalam pencapaian visi sekolah.
MBS dipandang sebagai alternatif dari pola umum pengoperasian sekolah yang selama ini memusatkan wewenang di kantor pusat dan daerah. MBS adalah strategi untuk meningkatkan pendidikan dengan mendelegasikan kewenangan pengambilan keputusan penting dari pusat dan dearah ke tingkat sekolah. Dengan demikian, MBS pada dasarnya merupakan sistem manajemen di mana sekolah merupakan unit pengambilan keputusan penting tentang penyelenggaraan pendidikan secara mandiri.
            MBS memberikan kesempatan pengendalian lebih besar bagi kepala sekolah, guru, murid, dan orang tua atas proses pendidikan di sekolah mereka. Dalam pendekatan ini, tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu mengenai anggaran, kepegawaian, dan kurikulum ditempatkan di tingkat sekolah dan bukan di tingkat daerah, apalagi pusat. Melalui keterlibatan guru, orang tua, dan anggota masyarakat lainnya dalam keputusan-keputusan penting itu, MBS dipandang dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif bagi para murid. Dengan demikian, pada dasarnya MBS adalah upaya memandirikan sekolah dengan memberdayakannya.
               Menurut Wahidin (2014) ada beberapa manfaat spesifik dari penerapan MBS sebagai berikut:
1)   Memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah untuk mengambil keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran.
2)   Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat dalam pengambilan keputusan penting.
3)   Mendorong munculnya kreativitas dalam merancang bangun program pembelajaran.
4)   Mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk mendukung tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah.
5)   Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik ketika orang tua dan guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah, batasan pengeluaran, dan biaya program-program sekolah.
6)   Meningkatkan motivasi guru dan mengembangkan kepemimpinan baru di semua level.

2.5              Pemberdayaan Masyarakat di bidang Pendidikan
Dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Selanjutnya, peran serta masyarakat dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah yang diharapkan dari masyarakat, antara lain :
1)   Tenaga yaitu sebagai sumber atau tenaga sukarela untuk membantu mensukseskan wajib belajar dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, serta memperbaiki sarana dan prasarana baik secara individu maupun secara kelompok.
2)   Dana, untuk membantu pendanaan operasional sekolah, memberikan beasiswa, menjadi orang tua asuh, menjadi sponsor dalam suatu kegiatan sekolah, dan sebagainya.
3)   Pemikiran, yaitu memberikan masukan berupa pendapat pemikiran dalam rangka menjaring anak-anak usia sekolah, menanggulangi anak putus sekolah, dan meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
Salah satu kebijakan pemerintah menyangkut pembiayaan pendidikan dalam rangka peningkatan mutu pada semua jenjang pendidikan (dasar, menengah dan tinggi) yakni, peningkatan peran serta masyarakat dunia usaha dalam penyelenggaraan pendidikan ditingkatkan, antara lain dengan mengembangkan mekanisme kerjasama saling menguntungkan bagi peserta didik, lembaga pendidikan, dan masyarakat dan dunia usaha. Kelompok masyarakat mampu perlu didorong untuk memberi sumbangan yang lebih besar dalam membiayai pendidikan. Sementara itu, bagi masyarakat tidak mampu disediakan bantuan, baik langsung ataupun tidak langsung demi pemusatan dan keadilan pendidikan. dunia usaha didorong untuk memberi bantuan beasiswa, tenaga fasilitas praktik dan penelitian. Masyarakat dunia usaha juga diharapkan untuk memberikan pemikiran dan sumbangan dalam perumusan kebijakan pendidikan.
Sekolah merupakan lembaga yang tidak dapat dipisahkan masyarakat lingkungannya, sebaliknya masyarakat pun tidak dapat dipisahkan dari sekolah. Dikatakan demikian, karena keduanya memiliki kepentingan. Sekolah merupakan lembaga formal yang diserahi mandat untuk mendidik, melatih dan membimbing generasi muda bagi peranannya di masa depan sementara masyarakat merupakan pengguna jasa pendidikan itu.
Partisipasi masyarakat merupakan wujud pemberdayaan masyarakat sebagai daya dukung sekolah dalam rangka pengelolaan sekolah secara efektif dan efisien agar seoptimal mungkin sasaran dan tujuan pendidikan sekolah dapat tercapai. Partisipasi masyarakat luas seperti, kalangan dunia usaha, tokoh masyarakat dan organisasi pemerhati pendidikan dengan upaya-upayanya yang dapat dilakukan mulai pada tahap perumusan kebijaksanaan implementasi kebijaksanaan secara operasional serta evaluasi dan pengawasan dan pelaksanaan dan pengelolaan pendidikan sekolah.



2.6              Bentuk-bentuk Pemberdayaan Masyarakat di bidang Pendidikan
Untuk melibatkan masyarakat dalam peningkatan mutu sekolah, kepala sekolah sudah seharusnya aktif menggugah perhatian masyarakat, tokoh agama dan sebagainya untuk bersama-sama berdiskusi atau bertukar pikiran untuk memecahkan berbagao permasalahan. Komunikasi tentang pendidikan kepada masyarakat tidak cukup hanya dengan informasi verbal saja, tetapi perlu dilengkapi dengan pengalaman nyata yang ditunjukkan kepada masyarakat agar timbul citra positif tentang pendidikan di kalangan mereka, sebab masyarakat pada umumnya ingin bukti nyata sebelum mereka memberikan dukungan. Bukti itu dapat ditunjukkan berupa pameran hasil produk sekolah, tayangan keberhasilan siswa sebagai juara cerdas cermat, juara olah raga, tayangan penemuan inovatif siswa dan sekolah dan sebagainya.
Adapun bentuk-bentuk dukungan/partisipasi orangtua murid/masyarakat yang diharapkan sekolah adalah:
1.    Melalui Komite Sekolah
Dewan ini memiliki tanggung jawab bersama sekolah untuk meningkatkan mutu pelayanan sekolah. Selain itu, juga mempunyai tanggung jawab untuk melakukan analisis kebutuhan sekolah dan kebutuhan masyarakat melalui survey yang dilakukannya. Hasil analisis tersebut didiskusikan bersama pihak sekolah dengan melibatkan para ahli seperti konsultan dan sebagainya untuk diterjemahkan menjadi kebijakan dan program sekolah.

2.    Membina Kerjasama dengan Pemerintah/Masyarakat secara umum
Kerjasama dengan berbagai institusi menjadi kemutlakan bagi sekolah dalam upaya mengembangkan sekolah secara optimal, sebab sekolah adalah lembaga interaksi sosial yang tidak bisa lepas dari masyarakat secara keseluruhan, khususnya masyarakat disekitarnya.
Bentuk kerjasama tersebut dapat berupa:
Ø Pemberian dan atau penggunaan fasilitas bersama.
Ø Pelaksanaan kegiatan peningkatan kemampuan siswa
Ø Pemanfaatan sumber daya manusia secara mutualisme.
3.    Kerjasama Sekolah dengan Masyarakat Terorganisasi
Saat ini banyak masyarakat yang mengikat dirinya dalam kelompok organisasi, salah satunya organisasi yang peduli terhadap pendidikan. Organisasi tersebut sangat besar manfaatnya apabila sekolah mampu menjadikannya sebagai mitra bagi pengembangan dan peningkatan mutu sekolah. Sangat mungkin suatu sekolah pada masa sekarang ingin meningkatkan peran guru di samping sebagai pengajar juga sebagai pembimbing. Untuk meningkatkan kemampuan guru tersebut sekolah dapat bekerja sama dengan asosiasi bimbingan ABKINS (Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia).
Dalam kenyataan sehari-hari sering terjadi organisasi masyarakat melaksanakan kegiatannya justru menggunakan sekolah sebagai sasarannya, seperti pengabdian masyarakat mereka tentang penyuluhan NARKOBA, hal ini harus dimanfaatkan oleh sekolah sebagai peluang dalam pembinaan siswa di sekolahnya. Oleh sebab itu tidak salah kalau sekolah selalu memprogramkan berbagai kegiatan tersebut sebagai upaya peningkatan mutu disekolah.

3.    PENUTUP
Otonomi daerah merupakan salah satu bentuk desentralisasi daerah. Dalam implementasinya di dunia pendidikan, otonomi daerah memberi wewenang kepada sekolah untuk mengelola sekolah sesuai visi dan misi yang telah ditetapkan dalam koridor Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Manajemen Berbasis Sekolah tidak dapat berdiri sendiri, namun ada sinergi antara seperangkat kebijakan, profesionalisme ketenagaan, sumber dana, sumber daya pendidikan lainnya serta adanya partisipasi masyarakat.
Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Bentuk kerjasama antara sekolah dengan masyaraakat antara lain melalui: 
(1)   Melalui Komite Sekolah,
komite sekolah disini bertindak sebagai  pengontrol, pendukung, dan sebagai penyambung lidah antara sekolah dengan masyarakat. Yang mana komite sekolah memiliki komitmen dan loyalitas yang tinggi demi kemajuan pendidikan.
(2)   Membina Kerjasama dengan Pemerintah/Masyarakat secara umum
Menjalin hubungan dengan masyarakat khususnya sekitar sekolah akan tercipta  nuansa tentram dan kondusif karena masyarakat merasa ikut memiliki terhadap keberadaan sekolah tersebut.
(3)   Kerjasama Sekolah dengan Masyarakat Terorganisasi
Keterlibatan sekolah dengan organisasi yang peduli dibidang pendidikan akan membantu pada peningkatan mutu guru dan sekolah.
Sekolah tanpa dukungan masyarakat dan semua pihak mustahil akan berjalan. Untuk itulah  keterlibatan semua unsur masyarakat sangat diperlukan demi kemajuan dunia pendidikan sehingga pada akhirnya akan berdampak pada keberhasilan Tujuan Pendidikan Nasional.














DAFTAR PUSTAKA

Imron, Ali. 2012. Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.
Soetopo, Hendyat.2009. Manajemen Berbasis Sekolah dan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan UM
Umaedi, dkk. 2009. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Universitas Terbuka.
Chan, Sam M & Em zir.(2010). Isu-isu Kritis Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Bogor: Galia Indonesia
Wahidin, Dadang (online) dalam: http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/2009/05/15/manajemen-berbasis-sekolah-mbs/
Wahidin, Dadang (online) dalam:



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Aksi Nyata Modul 3.3

  Aksi Nyata Modul 3.3. Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid Oleh: Achmad Hufron, S.Pd.Jas CGP Angkatan 2 Kabupaten Kebumen F...