MAKALAH
PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT DALAM KERANGKAN OTONOMI DAERAH BIDANG PENDIDIKAN DAN MANAJEMEN
BERBASIS SEKOLAH
Penulis:
Achmad Hufron
1. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kebijakan
desentralisasi merupakan pelaksanaan dari lahirnya UU Otonomi Daerah No 22 Tahun 1999. (Bab I Pasal 1 e dan h,
UU No. 20, 1999). “ Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintah oleh
pemerintah kepada Daerah otonom dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia” sedangkan otonomi daerah adalah
kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan” (UU Otonomi Daerah No 22, Tahun 1999:6). Menurut
Ryaas Rasyid “Kebijakan desentralisasi adalah untuk mewujudkan atonomi daerah”.
(Darma Setyawan 2004: XII).
Urusan
pendidikan di daerah kini menjadi tanggung jawab daerah yang direfleksikan
dalam bentuk otonomi pendidikan, otonominya sudah sampai pada tingkat paling
bawah, yaitu sekolah sebagai institusi yang langsung memberi layanan pada
masyarakat, otonomi sekolah dalam perwujudannya disebut maanajemen berbasis
sekolah atau MBS.
MBS
ini diterapkan dalam tujuan agar sekolah diberi wewenang untuk mengelola
sekolahnya semaksimal mungkin sesuai dengan visi dan misi sekolah tersebut agar
mutu pendidikan dapat ditingkatkan. Untuk mendukung pelaksanaan MBS ini satuan
pendidikan yang ada di sekolah seperti guru dan kepala sekolah perlu mengetahui
alasan, landasan dan bagaimana menerapkan MBS di sekolahnya. Dalam model MBS
kewenangan pengambilan keputusan tidak berada pada kepala sekolah seorang diri
seperti yang selama ini terjadi, tetapi dilakukan secara kolektif bersama guru
dibantu dengan komite sekolah.
Komite
atau dewan sekolah adalah organisasi yang menampung suara dan aspirasi
masyarakat pada era otonomi daerah, mereka terlibat dalam upaya meningkatkan
mutu sekolah, selain itu juga memberikan dukungan pertimbangan dan pengawasan
supaya kinerja sekolah benar-benar efektif ke arah yang dikehendaki masyarakatnya
. “Komite sekolah sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam rangka
peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan
tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan
pendidikan” (UU Sikdiknas Pasal 56, ayat 3).
Komite
sekolah dan dewan pendidikan merupakan wadah masyarakat ataupun wali murid
untuk berperan serta dalam pengelolaan pendidikan dan melakukan pengawasan
terhadap penyelenggaraan ataupun pengendalian mutu pendidikan. Sekolah tidak
dapat mewujudkan visi dan misi tanpa ada dukungan dari masyarakat, sehingga
masyarakat pertu diberdayakan dan diajak kerjasama untuk mencapai tujuan yang
ingin dicapai oleh sekolah.
1.2
Rumusan
Masalah
Adapun
yang menjadi topik masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut.
1.
Apakah pengertian
otonomi daerah?
2.
Bagaimanakah kebijakan Otonomi daerah di bidang
pendidikan?
3.
Apakah Pengertian MBS?
4.
Apa tujuan dan manfaat
MBS?
5.
Bagaimanakah
Pemberdayaan masyarakat di bidang pendidikan?
6.
Apa saja bentuk-bentuk pemberdayaan
masyarakat dibidang pendidikan.
2.
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Otonomi Daerah
Pengertian Otonomi Daerah Dalam Undang-Undang No. 32
tahun 2004 pasal 1 ayat 5,pengertian otonomi derah adalah hak ,wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah
dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan menurut Suparmoko (2002, dalam Noor,Chad) mengartikan otonomi daerah
adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
Selain pengertian otonomi daerah sebagaimana disebutkan di atas, kita juga dapat menelisik pengertian otonomi
daerah secara harfiah. Otonomi daerah berasal dari kata otonomi dan daerah.
Dalam bahasa Yunani, otonomi berasal dari kata autos dan namos. Autos
berarti sendiri dan namos berarti aturan atau undang-undang, sehingga dapat
dikatakan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan untuk
membuat aturan guna mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan daerah adalah
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah.
Otonomi
daerah sebagai salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan, pada hakikatnya
ditujukan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan, yaitu upaya
untuk lebih mendekati tujuan-tujuan penyelenggaraan pemerintahan untuk
mewujudkan cita-cita masyarakat yang lebih baik, suatu masyarakat yang lebih
adil dan lebih sejahtera.
Hal itu telah tertera dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999.
Kewenangan penuh tersebut dirumuskan dalam pasal 7 ayat 1; ”Kewenangan daerah
mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali dalam kewenangan
politik luar negeri, pertahanan keamanan, keadilan, moneter dan fiskal, agama
serta kewenangan bidang lain.” Sedangkan bidang lain yang dimaksud meliputi
kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembanguan nasional
secara makro, dana perimbangan keuangan, system administrasi negara dan lembaga
perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia,
pendayagunaan sumber daya alam serta teknlogi tinggi yang strategis,
konservasi, dan standarisasi nasional.
Dari
beberapa konsep di atas, otonomi daerah jelas menunjuk pada kemandirian daerah,
di mana daerah diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri tanpa atau mengupayakan seminimal mungkin adanya campur tangan atau
intervensi pihak lain atau pemerintah pusat dan pemerintah di atasnya. Dengan
otonomi tersebut, daerah bebas untuk berimprovisasi, mengekspresikan dan
mengapresiasikan kemampuan dan potensi yang dimiliki, mempunyai kebebasan
berpikir dan bertindak, sehingga bisa berkarya sesuai dengan kebcbasan yang
dimilikinya.
Pada
era otonomi tersebut kualitas pendidikan akan sangat ditentukan oleh kebijakan
pemerintah daerah. Ketika pemerintah daerah memiliki political will yang
baik dan kuat terhadap dunia pendidikan, ada peluang yang cukup luas bahwa
pendidikan di daerah bersangkutan akan maju. Sebaliknya, kepala daerah yang
tidak memiliki visi yang baik di bidang pendidikan dapat dipastikan daerah itu
akan mengalami stagnasi dan kemandegan menuju pemberdayaan masyarakat yang well
educated, tidak akan pernah mendapat momentum yang baik untuk berkembang Begitu
juga dengan adanya desentralisasi pendidikan, pemerintah daerah baik tingkat
kabupaten atau pun kotamadya dapat memulai peranannya sebagai basis pengelolaan
pendidikan dasar. Di tingkat propinsi dan kabupaten akan diadakan lembaga
nonstructural yang melibatkan masyarakat luas untuk memberikan pertimbangan
pendidikan dan kebudayaan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan
daerahnya. Singkatnya, otonomi pendidikan memiliki tujuan untuk mewujudkan
sistem pendidikan yang lebih baik demi menghasilkan kualitas sumber daya
manusia Indonesia yang handal di masa mendatang.
2.2
Kebijakan
Otonomi Daerah di bidang Pendidikan
Otonomi daerah di bidang pendidikan
yang benar harus bersifat accountable,
artinya kebijakan pendidikan yang diambil harus selalu
dipertanggungjawabkan kepada publik, karena sekolah didirikan merupakan
institusi publik atau lembaga yang melayani kebutuhan masyarakat.
Menurut Tilaar dalam Kusmo (2014), ada
beberapa program pengembangan pendidikan dalam otonomi daerah, yaitu:
1) Mengembangkan dan mewujudkan
pendidikan berkualitas;
2)
menyelenggarakan pendidikan guru dan tenaga kependidikan
yang bermutu;
3)
menciptakan SDM pendidikan yang profesional dengan
penghargaan yang wajar;
4)
melakukan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan nasional
secara bertahap, mulai tingkat provinsi dengan sekaligus mempersiapkan sarana,
SDM, dan dana yang memadai pada tingkat kabupaten;
5)
melakukan perampingan birokrasi pendidikan dengan
restrukturisasi departemen pusat agar lebih efisien;
6)
menghapus berbagai peraturan perundangan yang menghalangi
inovasi dan ekseperimen, dengan melaksanakan otonomi lembaga pendidikan;
7)
merevisi atau mengganti UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem
pendidikan Nasional dengan peraturan perundangan dan pelaksanaannya;
8)
menumbuhkan partisipasi masyarakat, terutama di daerah dalam
kesadarannya terhadap pentingnya pendidikan dan pelatihan untuk membangun
masyarakat Indonesia baru. Suatu wadah masyarakat diperlukan untuk menampung keterlibatan
masyarakat tersebut;
9)
menjalin kerjasama yang erat antara lembaga pelatihan dengan
dunia usaha;
10)
melakukan depolitisasi pendidikan nasional, dengan
menciptakan komitmen politik dari masyarakat dan pemerintah untuk membebaskan
pendidikan sebagai alat penguasa;
11)
meningkatkan harkat profesi pendidikan dengan meningkatkan
mutu pendidikan, syarat-syarat serta pemanfaatan tenaga profesional, disertai
dengan meningkatkan renumerasi profesi pendidikan yang memadai secara bertahap.
Pendidikan
merupakan projek masa depan mempersiapkan bangsa berkualitas. Oleh karena itu,
sebaiknya marilah kita memposisikan diri pada fungsi, kewenangan, dan peran
masing-masing sesuai kemampuan dan kompetensi dalam pendidikan. Perencanaan
pendidikan di Kabupaten/Kota memerlukan kesungguhan dan peran serta dari
berbagai pihak, karena pendidikan merupakan sektor yang telah diotonomkan
kepada pemerintah Kabupaten/Kota. Berbagai kebijakan pendidikan terkini,
tampaknya harus segera diakses oleh semua pelaku pendidikan agar kita tidak
tertinggal dengan kebijakan makro, meso, maupun kebijakan mikro dalam bidang
pendidikan.
2.3
Pengertian
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Manajemen
berbasis sekolah (MBS) atau school based
management adalah sistem manajemen yang bertumpu pada situasi dan kondisi
serta kebutuhan sekolah setempat. Dalam MBS sekolah diharapkan mengenal
kekuatan dan kelemahannya, potensi-potensinya, peluang dan ancaman yang
dihadapinya, sebagai dasar dalam menentukan kebijakan-kebijakan pendidikan yang
akan diambilnya. Manajemen berbasis sekolah dikembangkan dengan kesadaran bahwa
setiap sekolah memiliki kondisi dan situasi serta kebutuhan yang berbeda-beda.
Manajemen berbasis sekolah (MBS) terjemahan “School Based Management”. Istilah
ini pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai
mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat
setempat. MBS merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas
pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan
nasional. Otonomi diberikan agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan
sumberdana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan serta
lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.
Manajemen berbasis sekolah merupakan
salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam
penguasaan ilmu dan teknologi, yang ditunjuan dengan pernyataan politik dalam
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). MBS menjadi alternatif suatu konsep
yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam
rangka menigkatkan mutu, efisiesi dan pemerataan pendidian agar dapat
mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerjasama yang erat
antara sekolah, masyarakat, dan pemerintah. Partisipasi masyarakat di tuntut
agar lebih memahami pendidikan, membantu, serta mengontrol pengelolaan
pendidikan. Dalam konsep ini sekolah dituntut memiliki tanggung jawab
yang tinggi, baik kepada orang tua, masyarakat maupun pemerintah.
2.4
Tujuan
dan Manfaat MBS
Menurut Kustini
Hardi dalam Sri Minarti 2011 (dalam
Nafinatul rohmah: 2013), ada tiga tujuan diterapkannya manajemen berbasis
sekolah (MBS) yaitu:
1. Mengembangkan kemampuan kepala
sekolah bersama guru dan unsur komite sekolah dalam aspek Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) untuk meningkatkan mutu sekolah
2. Mengembangkan kemampuan kepala
sekolah bersama guru dan unsur komite sekolah dalam pelaksanaan pembelajaran
yang aktif dan menyenangkan, baik disekolah maupun dilingkungan masyarakat
setempat.
3. Mengembangkan peran serta masyarakat
yang lebih aktif dalam masalah umum persekolahan dan unsur komite sekolah dalam
membantu peningkatan mutu sekolah.
Adapun
menurut E. Mulyasa dalam Sri Minarti (dalam Nafinatul rohmah: 2013),
Implementasi Manajemen Berbasis sekolah (MBS) ini bertujuan peningkatan
efisiensi antara lain diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya
partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi, peningkatan mutu
pendidikan dapat diperoleh melalui partisipasi orang tua terhadap sekolah,
fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, berlakunya sistem insentif dan
disensitif, peningkatan pemerataan pendidikan antara lain diperoleh
melalui peningkatan partisipasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah
lebih berkonsentrasi pada kelompok tertentu. Hal ini dimungkinkan karena
pada sebagian masyarakat tumbuh rasa kepemilikan yang tinggi terhadap sekolah.
Sejalan
dengan ini, Sri Minarti (dalam Nafinatul rohmah : 2013) menyatakan bahwa tujuan
Manajemen Berbasis sekolah peningkatan mutu pendidikan yakni dengan mendirikan
sekolah untuk mengelola lembaga bersama pihak-pihak terkait (guru, peserta
didik, masyarakat, wali murid dan instansi lain) sehingga sekolah dan masyarakat
tidak perlu lagi menunggu instruksi dari atas dalam mengambil
langkah-langkah untuk memajukan pendidikan. Mereka dapat mengembangkan
visi pendidikan suatu keadaan setempat dan melaksanakan visi tersebut secara
mandiri.
Berdasarkan
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan manajemen berbasis sekolah adalah menciptakan
sekolah yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat, sekolah didirikan
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan sekolah juga diatur oleh masyarakat
setempat. Dimana peran serta masyarakat sangat diandalkan dalam pencapaian visi
sekolah.
MBS dipandang sebagai alternatif dari
pola umum pengoperasian sekolah yang selama ini memusatkan wewenang di kantor
pusat dan daerah. MBS adalah strategi untuk meningkatkan pendidikan dengan
mendelegasikan kewenangan pengambilan keputusan penting dari pusat dan dearah
ke tingkat sekolah. Dengan demikian, MBS pada dasarnya merupakan sistem
manajemen di mana sekolah merupakan unit pengambilan keputusan penting tentang
penyelenggaraan pendidikan secara mandiri.
MBS memberikan kesempatan
pengendalian lebih besar bagi kepala sekolah, guru, murid, dan orang tua atas
proses pendidikan di sekolah mereka. Dalam pendekatan ini, tanggung jawab
pengambilan keputusan tertentu mengenai anggaran, kepegawaian, dan kurikulum
ditempatkan di tingkat sekolah dan bukan di tingkat daerah, apalagi pusat.
Melalui keterlibatan guru, orang tua, dan anggota masyarakat lainnya dalam
keputusan-keputusan penting itu, MBS dipandang dapat menciptakan lingkungan
belajar yang efektif bagi para murid. Dengan demikian, pada dasarnya MBS adalah
upaya memandirikan sekolah dengan memberdayakannya.
Menurut Wahidin (2014) ada
beberapa manfaat spesifik dari penerapan MBS sebagai berikut:
1)
Memungkinkan
orang-orang yang kompeten di sekolah untuk mengambil keputusan yang akan
meningkatkan pembelajaran.
2)
Memberi peluang bagi
seluruh anggota sekolah untuk terlibat dalam pengambilan keputusan penting.
3)
Mendorong munculnya
kreativitas dalam merancang bangun program pembelajaran.
4)
Mengarahkan kembali sumber
daya yang tersedia untuk mendukung tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah.
5)
Menghasilkan rencana
anggaran yang lebih realistik ketika orang tua dan guru makin menyadari keadaan
keuangan sekolah, batasan pengeluaran, dan biaya program-program sekolah.
6)
Meningkatkan motivasi
guru dan mengembangkan kepemimpinan baru di semua level.
2.5
Pemberdayaan
Masyarakat di bidang Pendidikan
Dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab
bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Selanjutnya, peran serta
masyarakat dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah yang diharapkan dari
masyarakat, antara lain :
1)
Tenaga yaitu sebagai sumber
atau tenaga sukarela untuk membantu mensukseskan wajib belajar dan pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar, serta memperbaiki sarana dan prasarana baik secara individu
maupun secara kelompok.
2)
Dana, untuk membantu pendanaan
operasional sekolah, memberikan beasiswa, menjadi orang tua asuh, menjadi
sponsor dalam suatu kegiatan sekolah, dan sebagainya.
3)
Pemikiran, yaitu memberikan
masukan berupa pendapat pemikiran dalam rangka menjaring anak-anak usia
sekolah, menanggulangi anak putus sekolah, dan meningkatkan mutu pendidikan di
sekolah.
Salah satu kebijakan pemerintah menyangkut
pembiayaan pendidikan dalam rangka peningkatan mutu pada semua jenjang
pendidikan (dasar, menengah dan tinggi) yakni, peningkatan peran serta
masyarakat dunia usaha dalam penyelenggaraan pendidikan ditingkatkan, antara
lain dengan mengembangkan mekanisme kerjasama saling menguntungkan bagi peserta
didik, lembaga pendidikan, dan masyarakat dan dunia usaha. Kelompok masyarakat
mampu perlu didorong untuk memberi sumbangan yang lebih besar dalam membiayai
pendidikan. Sementara itu, bagi masyarakat tidak mampu disediakan bantuan, baik
langsung ataupun tidak langsung demi pemusatan dan keadilan pendidikan. dunia
usaha didorong untuk memberi bantuan beasiswa, tenaga fasilitas praktik dan
penelitian. Masyarakat dunia usaha juga diharapkan untuk memberikan pemikiran
dan sumbangan dalam perumusan kebijakan pendidikan.
Sekolah merupakan lembaga yang tidak dapat
dipisahkan masyarakat lingkungannya, sebaliknya masyarakat pun tidak dapat
dipisahkan dari sekolah. Dikatakan demikian, karena keduanya memiliki
kepentingan. Sekolah merupakan lembaga formal yang diserahi mandat untuk
mendidik, melatih dan membimbing generasi muda bagi peranannya di masa depan
sementara masyarakat merupakan pengguna jasa pendidikan itu.
Partisipasi masyarakat
merupakan wujud pemberdayaan masyarakat sebagai daya dukung sekolah dalam
rangka pengelolaan sekolah secara efektif dan efisien agar seoptimal mungkin
sasaran dan tujuan pendidikan sekolah dapat tercapai. Partisipasi masyarakat
luas seperti, kalangan dunia usaha, tokoh masyarakat dan organisasi pemerhati
pendidikan dengan upaya-upayanya yang dapat dilakukan mulai pada tahap
perumusan kebijaksanaan implementasi kebijaksanaan secara operasional serta
evaluasi dan pengawasan dan pelaksanaan dan pengelolaan pendidikan sekolah.
2.6
Bentuk-bentuk
Pemberdayaan Masyarakat di bidang Pendidikan
Untuk melibatkan masyarakat dalam peningkatan mutu sekolah,
kepala sekolah sudah seharusnya aktif menggugah perhatian masyarakat, tokoh
agama dan sebagainya untuk bersama-sama berdiskusi atau bertukar pikiran untuk
memecahkan berbagao permasalahan. Komunikasi tentang pendidikan kepada
masyarakat tidak cukup hanya dengan informasi verbal saja, tetapi perlu
dilengkapi dengan pengalaman nyata yang ditunjukkan kepada masyarakat agar
timbul citra positif tentang pendidikan di kalangan mereka, sebab masyarakat
pada umumnya ingin bukti nyata sebelum mereka memberikan dukungan. Bukti itu dapat
ditunjukkan berupa pameran hasil produk sekolah, tayangan keberhasilan siswa
sebagai juara cerdas cermat, juara olah raga, tayangan penemuan inovatif siswa
dan sekolah dan sebagainya.
Adapun bentuk-bentuk dukungan/partisipasi orangtua
murid/masyarakat yang diharapkan sekolah adalah:
1. Melalui Komite Sekolah
Dewan
ini memiliki tanggung jawab bersama sekolah untuk meningkatkan mutu pelayanan
sekolah. Selain itu, juga mempunyai tanggung jawab untuk melakukan analisis
kebutuhan sekolah dan kebutuhan masyarakat melalui survey yang dilakukannya.
Hasil analisis tersebut didiskusikan bersama pihak sekolah dengan melibatkan
para ahli seperti konsultan dan sebagainya untuk diterjemahkan menjadi
kebijakan dan program sekolah.
2. Membina
Kerjasama dengan Pemerintah/Masyarakat secara umum
Kerjasama dengan berbagai institusi menjadi kemutlakan bagi
sekolah dalam upaya mengembangkan sekolah secara optimal, sebab sekolah adalah
lembaga interaksi sosial yang tidak bisa lepas dari masyarakat secara
keseluruhan, khususnya masyarakat disekitarnya.
Bentuk
kerjasama tersebut dapat berupa:
Ø Pemberian dan atau penggunaan
fasilitas bersama.
Ø Pelaksanaan kegiatan peningkatan
kemampuan siswa
Ø Pemanfaatan sumber daya manusia
secara mutualisme.
3.
Kerjasama Sekolah dengan Masyarakat Terorganisasi
Saat ini banyak masyarakat yang mengikat dirinya dalam
kelompok organisasi, salah satunya organisasi yang peduli terhadap pendidikan.
Organisasi tersebut sangat besar manfaatnya apabila sekolah mampu menjadikannya
sebagai mitra bagi pengembangan dan peningkatan mutu sekolah. Sangat mungkin
suatu sekolah pada masa sekarang ingin meningkatkan peran guru di samping
sebagai pengajar juga sebagai pembimbing. Untuk meningkatkan kemampuan guru
tersebut sekolah dapat bekerja sama dengan asosiasi bimbingan ABKINS (Asosiasi
Bimbingan Konseling Indonesia).
Dalam kenyataan sehari-hari sering terjadi organisasi
masyarakat melaksanakan kegiatannya justru menggunakan sekolah sebagai
sasarannya, seperti pengabdian masyarakat mereka tentang penyuluhan NARKOBA,
hal ini harus dimanfaatkan oleh sekolah sebagai peluang dalam pembinaan siswa
di sekolahnya. Oleh sebab itu tidak salah kalau sekolah selalu memprogramkan
berbagai kegiatan tersebut sebagai upaya peningkatan mutu disekolah.
3.
PENUTUP
Otonomi
daerah merupakan salah satu bentuk desentralisasi daerah. Dalam implementasinya
di dunia pendidikan, otonomi daerah memberi wewenang kepada sekolah untuk
mengelola sekolah sesuai visi dan misi yang telah ditetapkan dalam koridor
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Manajemen
Berbasis Sekolah tidak dapat berdiri sendiri, namun ada sinergi antara seperangkat
kebijakan, profesionalisme ketenagaan, sumber dana, sumber daya pendidikan
lainnya serta adanya partisipasi masyarakat.
Hal
ini sesuai dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga,
masyarakat dan pemerintah.
Bentuk kerjasama antara sekolah dengan
masyaraakat antara lain melalui:
(1) Melalui
Komite Sekolah,
komite sekolah disini
bertindak sebagai pengontrol, pendukung,
dan sebagai penyambung lidah antara sekolah dengan masyarakat. Yang mana komite
sekolah memiliki komitmen dan loyalitas yang tinggi demi kemajuan pendidikan.
(2)
Membina Kerjasama dengan
Pemerintah/Masyarakat secara umum
Menjalin hubungan dengan
masyarakat khususnya sekitar sekolah akan tercipta nuansa tentram dan kondusif karena masyarakat
merasa ikut memiliki terhadap keberadaan sekolah tersebut.
(3)
Kerjasama Sekolah dengan
Masyarakat Terorganisasi
Keterlibatan sekolah dengan organisasi yang peduli dibidang
pendidikan akan membantu pada peningkatan mutu guru dan sekolah.
Sekolah tanpa dukungan masyarakat
dan semua pihak mustahil akan berjalan. Untuk itulah keterlibatan semua unsur masyarakat sangat
diperlukan demi kemajuan dunia pendidikan sehingga pada akhirnya akan berdampak
pada keberhasilan Tujuan Pendidikan Nasional.
DAFTAR
PUSTAKA
Imron,
Ali. 2012. Manajemen Peserta Didik
Berbasis Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.
Soetopo,
Hendyat.2009. Manajemen Berbasis Sekolah
dan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan UM
Umaedi,
dkk. 2009. Manajemen Berbasis Sekolah.
Jakarta: Universitas Terbuka.
Chan,
Sam M & Em zir.(2010). Isu-isu Kritis
Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Bogor: Galia Indonesia
Wahidin,
Dadang (online) dalam: http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/2009/05/15/manajemen-berbasis-sekolah-mbs/
Mei 15, 2009 (16
September 2014)
Wahidin, Dadang (online) dalam:
http://nafilaturrohmah.wordpress.com/2013/05/30/apa-tujuan-manajemen-berbasis-sekolah-mbs/juni
2013 (16 September 2014)
Noor, chad (online)
dalam: http://www.academia.edu/3691477/Pengertian_Otonomi_Daerah (16September 2014)
Kasmo, Sukamso (online)
dalam: http://edukasi.kompasiana.com/2011/05/19/kebijakan-sistem-pendidikan-di-era-otonomi-daerah-365902.html
(16 september 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar