BAYANGAN
KESESATAN DARI INFORMASI HOAX
Pada era kemajuan teknologi
informasi komunikasi seperti sekarang ini dapat memberikan dampak positif maupun
negatif. Penyampaian informasi di era digital sangat cepat, setiap orang dengan
mudah memproduksi, mengirim dan mengunggah informasi melalui beberapa media
sosial seperti facebook, twitter, whatsapp, instagram dan lain sebagainya yang tidak semua dapat difilter
dengan baik.
Informasi
yang dikeluarkan perorangan, kelompok, instansi maupun badan usaha melalui
media sosial dan media elektronik dibaca oleh orang banyak. Informasi yang
diberikan dapat mempengaruhi perasaan, pikiran, tindakan, serta emosi perseorangan
maupun kelompok. Penyampaian nformasi hoax dan tidak akurat serta provokatif
sangat disayangkan karena dapat membuat pembaca menjadi berfikiran dan beropini
negatif terhadap seseorang, kelompok, instansi, dan badan usaha. Penggiringan
ke arah Opini negatif cenderung merugikan pihak yang diberitakan, membuat
fitnah dan menyebar kebencian sehingga membuat orang menjadi terancam, takut,
merusak reputasi, dan menimbulkan kerugian materi.
Hoax menurut wikipedia adalah
“informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar
adanya”. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Halim, E (2017)
menjelaskan bahwa hoax yaitu suatu berita atau pernyataan yang memiliki
informasi yang tidak valid atau berita palsu yang tidak memiliki kepastian yang
sengaja disebarluaskan untuk membuat keadaan menjadi heboh dan menimbulkan
ketakutan. Informasi hoax sangat meresahkan karena membuat kehidupan
bermasyarakat kurang kondusif. Apalagi mendekati momen-momen tertentu misalkan:
pilkada, pilpres, dan pemilihan anggota DPR. Informasi saling menghujat,
memfitnah, mendeskreditkan golongan tertentu, dan menjelek-jelekkan baik
perseorangan maupun lembaga membuat masyarakat menjadi bingung dan menganggap
seseorang, golongan, instansi dan lembaga itu buruk tidak patut dipilih dan
diikuti.
Tujuan menyebar informasi hoax
menurut Halim, E (2017) yaitu: (1) pembuang-buang waktu,
(2) sebagai pengalihan isu, (3) sebagai penipuan publik, dan (4) sebagai pemicu
kepanikan publik. Maksud pembuang waktu disini yaitu penyebar informasi hanya
iseng-iseng semata tanpa dipikirkan baik buruknya dan benar tidaknya informasi
tersebut. Lebih lanjut dijelaskan oleh Halim, E (2017) informasi hoax sebagai
pengalih isu biasanya dilakukan oleh penjahat internet yang biasa disebut cyber crime. Hoax biasa dimanfaatkan
sebagai pelancar aksi kejahatan mereka di internet atau di sosial media.
Sebagai contohnya, para penjahat cyber akan mengirimkan sebuah hoax
yang berisikan bahwa telah terjadi kerentanan sistem dalam pelayanan internet seperti
gmail dan ymail. Lalu, para penjahat tersebut akan mengirimkan sebuah
tautan berupa link kepada para user atau pengguna yang berisikan saran
meng-klik tautan tersebut agar akun pengguna akan terhindar dari kerentanan
sistem gmailataupun ymail. Padahal, pada kenyataanya tautan
tersebut merupakan virus yang bisa membajak gmail maupun ymail
para pengguna yang biasa kita sebut hacking.
Halim, E (2017) juga
menjelaskan Informasi hoax sebagai penipuan publik bertujuan untuk menarik
simpati masyarakat yang percaya dengan hoax tersebut, kemudian dianjurkan untuk
menyumbangkan sejumlah uang. Banyak orang yang akhirnya tertipu dengan hoax
tersebut dan pada akhirnya terlanjur mengirimkan sejumlah uang yang sangat
besar. sedangkan informasi hoax sebagai pemicu kepanikan publik yaitu memuat
berita yang merangsang kepanikan khalayak publik, dan beritanya berisikan
tentang tindak kekerasan atau suatu musibah tertentu. Salah satu contohnya
adalah hoax tentang kecelakaan hilangnya pesawat Garuda Indonesia dengan tujuan
Jakarta ke Palu beberapa waktu lalu. Hoax ini begitu cepat menyebar sampai
media massa maupun media online harus mengklarifikasi berita tersebut agar masyarakat
tidak panik ataupun percaya dengan hoax tersebut.
Menurut Eko Nugroho
Ketua Masyarakat Indonesia Anti Hoax dalam Surahmin, I (2017) menguraikan lima langkah
sederhana yang bisa membantu dalam mengidentifikasi mana berita hoax dan mana
berita asli. Berikut penjelasannya: pertama,
hiati-hati dengan judul provokatif. Berita hoax seringkali menggunakan judul
sensasional yang provokatif, misalnya dengan langsung menudingkan jari ke pihak
tertentu. Isinya pun bisa diambil dari berita media resmi, hanya saja
diubah-ubah agar menimbulkan persepsi sesuai yang dikehendaki sang pembuat
hoax. Oleh karenanya, apabila menjumpai berita denga judul provokatif,
sebaiknya Anda mencari referensi berupa berita serupa dari situs online resmi,
kemudian bandingkan isinya, apakah sama atau berbeda. Dengan demikian,
setidaknya Anda sebabagi pembaca bisa memperoleh kesimpulan yang lebih
berimbang. Kedua, cermati alamat
situs. Untuk informasi yang diperoleh dari website atau mencantumkan link, cermatilah alamat URL situs
dimaksud. Apabila berasal dari situs yang belum terverifikasi sebagai institusi
pers resmi -misalnya menggunakan domain blog, maka informasinya bisa dibilang
meragukan. Ketiga, periksa fakta. Perhatikan
dari mana berita berasal dan siapa sumbernya? Apakah dari institusi resmi
seperti KPK atau Polri? Sebaiknya jangan cepat percaya apabila informasi berasal
dari pegiat ormas, tokoh politik, atau pengamat.
Perhatikan keberimbangan sumber berita. Jika hanya ada satu sumber, pembaca tidak bisa mendapatkan gambaran yang utuh. Hal lain yang perlu diamati adalah perbedaan antara berita yang dibuat berdasarkan fakta dan opini. Fakta adalah peristiwa yang terjadi dengan kesaksian dan bukti, sementara opini adalah pendapat dan kesan dari penulis berita sehingga memiliki kecenderungan untuk bersifat subyektif. Keempat, cek keaslian foto. Di era teknologi digital saat ini , bukan hanya konten berupa teks yang bisa dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video. Ada kalanya pembuat berita palsu juga mengedit foto untuk memprovokasi pembaca. Cara untuk mengecek keaslian foto bisa dengan memanfaatkan mesin pencari Google, yakni dengan melakukan drag-and-drop ke kolom pencarian Google Images. Hasil pencarian akan menyajikan gambar-gambar serupa yang terdapat di internet sehingga bisa dibandingkan. Kelima, ikut serta group diskusi anti hoax. Di Facebook terdapat sejumlah fanpage dan grup diskusi anti hoax, misalnya Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH), Fanpage & Group Indonesian Hoax Buster, Fanpage Indonesian Hoaxes, dan Grup Sekoci. Di grup-grup diskusi ini, netizen bisa ikut bertanya apakah suatu informasi merupakan hoax atau bukan, sekaligus melihat klarifikasi yang sudah diberikan oleh orang lain. Semua anggota bisa ikut berkontribusi sehingga grup berfungsi layaknya crowdsourcing yang memanfaatkan tenaga banyak orang.
Perhatikan keberimbangan sumber berita. Jika hanya ada satu sumber, pembaca tidak bisa mendapatkan gambaran yang utuh. Hal lain yang perlu diamati adalah perbedaan antara berita yang dibuat berdasarkan fakta dan opini. Fakta adalah peristiwa yang terjadi dengan kesaksian dan bukti, sementara opini adalah pendapat dan kesan dari penulis berita sehingga memiliki kecenderungan untuk bersifat subyektif. Keempat, cek keaslian foto. Di era teknologi digital saat ini , bukan hanya konten berupa teks yang bisa dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video. Ada kalanya pembuat berita palsu juga mengedit foto untuk memprovokasi pembaca. Cara untuk mengecek keaslian foto bisa dengan memanfaatkan mesin pencari Google, yakni dengan melakukan drag-and-drop ke kolom pencarian Google Images. Hasil pencarian akan menyajikan gambar-gambar serupa yang terdapat di internet sehingga bisa dibandingkan. Kelima, ikut serta group diskusi anti hoax. Di Facebook terdapat sejumlah fanpage dan grup diskusi anti hoax, misalnya Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH), Fanpage & Group Indonesian Hoax Buster, Fanpage Indonesian Hoaxes, dan Grup Sekoci. Di grup-grup diskusi ini, netizen bisa ikut bertanya apakah suatu informasi merupakan hoax atau bukan, sekaligus melihat klarifikasi yang sudah diberikan oleh orang lain. Semua anggota bisa ikut berkontribusi sehingga grup berfungsi layaknya crowdsourcing yang memanfaatkan tenaga banyak orang.
Apabila menjumpai informasi hoax
sebaiknya kita mencegah dan melaporkannya melalui sarana yang tersedia disetiap
media. Tujuannya, agar informasi tersebut tidak menyebar lebih luas lagi.
Surahmin, I (2017) menjelaskan bagaimana melalorkan informasi hoax di beberapa
media. Pertama, untuk media sosial
Facebook, gunakan fitur Report Status dan kategorikan informasi hoax sebagai
hatespeech/harrasment/rude/threatening, atau kategori lain yang sesuai. Jika
ada banyak aduan dari netizen, biasanya Facebook akan menghapus status
tersebut. Kedua, untuk Google, bisa menggunakan fitur feedback untuk melaporkan
situs dari hasil pencarian apabila mengandung informasi palsu. Twitter memiliki
fitur Report Tweet untuk melaporkan twit yang negatif, demikian juga dengan
Instagram. Ketiga, bagi pengguna
internet Anda dapat mengadukan konten negatif yang diterima dan informasi hoax ke
Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan melayangkan e-mail ke alamat aduankonten@mail.kominfo.go.id. Masyarakat
Indonesia Anti Hoax juga menyediakan laman data.turnbackhoax.id untuk menampung
aduan hoax dari netizen. TurnBackHoax
sekaligus berfungsi sebagai database berisi referensi berita hoax.
Beberapa cara untuk mencegah berita
hoax melalui leterasi media dan penggunaan internet sehat. Literasi media
sangat penting untuk memberikan pemahaman kepada pengguna media tentang
penyerapan informasi yang didapatkan, sehingga informasi yang diharapkan sesuai
dengan kenyataan. Menurut Abder, dkk (2017) menjelaskan bahwa Literasi media
adalah perspektif yang dapat digunakan ketika berhubungan dengan media agar
dapat menginterpretasikan suatu pesan yang disampaikan oleh pembuat berita. Juga
dalam pengertian lainnya yaitu kemampuan untuk mengevaluasi dan menkomunikasikan
informasi dalam berbagai format termasuk tertulis maupun tidak tertulis. Gerakan
literasi media khususnya internet sehat muncul sebagai wujud kepedulian
masyarakat terhadap dampak buruk media internet. Perkembangan internet selain
memberikan dampak positif pada kehidupan manusia juga memiliki dampak negatif.
Beberapa dampak negatif tersebut diantaranya adalah mengurangi tingkat privasi
individu, dapat meningkatkan kecenderungan potensi kriminal, dapat menyebabkan overload-nya informasi, dan masih banyak
lagi.
Abder, dkk (2017) menjelaskan bahwa
tujuan gerakan internet sehat adalah untuk memberikan pendidikan kepada
pengguna internet untuk menganalisis pesan yang disampaikan, mempertimbangkan
tujuan komersil dan politik dibalik citra atau pesan di internet dan meneliti
siapa yang bertanggungjawab atas pesan yang diimplikasikan itu. Oleh karena
itu, agar gerakan internet sehat dapat berjalan secara optimal maka sangat
diperlukan pendidikan berinternet salah satunya adalah pendidikan etika berinternet.
Pendidikan internet lebih pada pembelajaran tentang etika bermedia internet,
bukan pengajaran melalui media. Pendidikan etika bermedia internet bertujuan
untuk mengembangkan baik pemahaman kritis maupun partisipasi aktif, sehingga
anak muda sebagai konsumen media internet memiliki kemampuan dalam membuat
membuat tafsiran dan penilaian berdasarkan informasi yang diperolehnya.
Untuk mengantisipasi diri kita ikut
tersesat dalam informasi hoax didahului dengan sikap jangan mudah percaya dan
menerima informasi secara mentah. Analisa terlebih dahulu sumbernya dan
diskusikan dengan teman sejawat ataupun pimpinan tentang kebenaran informasi
tersebut. Hal lain yang dapat dilakukan adalah menelusuri sumber dari mana
informasi tersebut berasal apakah dari web,
blog, fb, wa, dan situs yang bisa dipercaya atau tidak. Apabila kita
menerima informasi secara mentah kemudian langsung percaya dengan informasi
tersebut maka bisa membuat kita ikut tersesat dengan informasi yang salah.
Saya pribadi pernah menerima berita
hoax tentang promo 2 tiket gratis dari salah satu maskapai ternama di Indonesia
untuk 200 pengguna layanan yang beruntung melalui website http://wonderoffers.co/indonesia/. Karena
saya terkadang menggunakan maskapai ini untuk perjalanan dengan tanpa berfikir
panjang saya langsung mengikuti program itu. Dan saya bagikan informasi
tersebut ke group teman-teman saya. Setelah saya masuk ke website tersebut
ternyata saya disuruh memasukkan beberapa data mulai dari data pribadi sampai
dengan alamat email. Ternyata ketika saya bagikan ke beberapa group, ada teman
saya yang memberikan penjelasan bahwa informasi tersebut tidak benar atau hoax.
Teman saya juga menunjukan alamat website untuk konfirmasi informasi tersebut
bahwa informasi tersebut tidak benar. Saya merasa malu karena sudah menyebarkan
informasi yang tidak benar ke teman-teman saya. Dengan pengalaman tersebut maka
saya sekarang lebih berhati-hati dalam menerima informasi. Saya telaah dulu dan
dicari sumbernya. Kalau informasi itu memang benar atau valid maka saya bisa
mempercayainya. Sekali lagi hati-hati dengan informasi yang kita dapat, telaah
dulu dan cari kebenaran dari sumbernya. Jangan sampai kita ikut tersesat dengan
informasi yang tidak benar dan membuat kita berbuat sesuatu yang tidak benar
pula.
Daftar Rujukan
Abner, dkk. 2017. Penyalahgunaan
Informasi/Berita Hoax di Media Sosial. https://mti.binus.ac.id/2017/07/03/penyalahgunaan-informasiberita-hoax-di-media-sosial/. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2017.
Halim, E. 2017. Pengaruh Hoax Dalam Kehidupan
Bermasyarakat, Berbahaya. https://www.kompasiana.com/eikalhalimn/pengaruh-hoax-dalam-kehidupan-bermasyarakat-berbahaya_58fd66f5d6937388063dcc89. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2017.
Pemberitaan palsu https://id.wikipedia.org/wiki/Pemberitaan_palsu. Diakses
pada tngaal 18 Oktober 2017.
Surahmin, I. 2017.
Cara Mengatasi Berita Hoax di Dunia Maya. http://zonasultra.com/ini-cara-mengatasi-berita-hoax-di-dunia-maya.html Diakses Pada
Tanggal 19 oktober 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar